Pendahuluan
Sebelum kita membahas dan memahami lebih jauh mengenai penalaran deduktif, timbul pertanyaan yang mendasar yang muncul di dalam benak kita mengapa kita mempelajari penalaran? Kita perlu memahami mengenai penalaran karena penalaran merupakan hal yang sering kita gunakan sehari hari di dalam berkomunikasi atau berinteraksi satu dengan yang lainya. Namun di dalam bahasan kali ini kita membahas penalaran yang penggunaanya di gunakan di dalam Bahasa Indonesia.
Sebelum kita membahas dan memahami lebih jauh mengenai penalaran deduktif, timbul pertanyaan yang mendasar yang muncul di dalam benak kita mengapa kita mempelajari penalaran? Kita perlu memahami mengenai penalaran karena penalaran merupakan hal yang sering kita gunakan sehari hari di dalam berkomunikasi atau berinteraksi satu dengan yang lainya. Namun di dalam bahasan kali ini kita membahas penalaran yang penggunaanya di gunakan di dalam Bahasa Indonesia.
Dalam
penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis
(antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan
antara premis dan konklusi disebut konsekuensi. Kemampuan menalar menyebabkan
manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia
kekuasaan-kekuasaannya.
Pembahasan
SILOGISME
Silogisme
merupakan suatu cara penalaran yang formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang ditemukan atau
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti polanya
saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar. Misalnya ucapan “Ia dihukum
karena melanggar peraturan X”, sebenarnya dapat kita kembalikan ke dalam bentuk
formal berikut:
a. Barang
siapa melanggar peraturan X harus dihukum.
b. Ia
melanggar peraturan X.
c. la harus
dihukum.
Bentuk
seperti itulah yang disebut silogisme. Kalimat pertama (premis mayor) dan kalimat
kedua (premis minor) merupakan pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan
(kalimat ketiga).
Pada
contoh, kita lihat bahwa ungkapan “melanggar …” pada premis (mayor)
diulangi dalam (premis minor). Demikian pula ungkapan “harus dihukum” di
dalam kesimpulan. Hal itu terjadi pada bentuk silogisme yang standar.
Akan
tetapi, kerap kali terjadi bahwa silogisme itu tidak mengikuti bentuk standar
seperti itu. Misalnya:
Semua
yang dihukum itu karena melanggar peraturan.
Kita
selalu mematuhi peraturan.
Kita
tidak perlu cemas bahwa kita akan dihukum.
Pernyataan
itu dapat dikembalikan menjadi:
a. Semua
yang melanggar peraturan harus dihukum.
b. Kita
tidak pernah melanggar (selalu mematuhi) peraturan.
c. Kita
tidak dihukum.
Secara
singkat silogisme dapat dituliskan Jika A=B dan B=C maka A=C. Silogisme terdiri dari; Silogisme Kategorial,
Silogisme Hipotetis dan Silogisme Disyungtif.
1. Silogisme Kategorial
Silogisme
Katagorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorial.
Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat
dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan
premis minor (premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara
kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
Hukum-hukum Silogisme Kategorial
1. Apabila
dalam satu premis partikular, kesimpulan harus partikular juga, seperti:
Semua yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian makanan tidak menyehatkan,
Jadi Sebagian makanan tidak halal
dimakan
(Kesimpulan tidak boleh: Semua
makanan tidak halal dimakan).
2. Apabila
salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga, seperti:
Semua korupsi tidak disenangi.
Sebagian pejabat adalah korupsi,
jadi
Sebagian pejabat tidak disenangi.
(Kesimpulan tidak boleh: Sebagian
pejabat disenangi)
a. Dari
dua premis yang sama-sama negatit, tidak mendapat kesimpulan apa pun, karena
tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan
diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik
dari dua premis negatif adalah tidak sah.
Kerbau bukan bunga mawar.
Kucing bukan bunga mawar.
(Tidak ada kesimpulan)
Tidak satu pun drama yang baik mudah
dipertunjukan.
Tidak satu pun drama Shakespeare
mudah dipertunjukan.
Jadi: Semua drama Shakespeare adalah
baik. (Kesimpulan tidak sah)
b. Paling
tidak salah satu dari term penengah haru: (mencakup). Dari dua premis yang term
penengahnya tidak menghasilkan kesimpulan yang salah, seperti:
Semua ikan berdarah dingin.
Binatang ini berdarah dingin.
Jadi: Binatang ini adalah ikan.
(Padahal bisa juga binatang melata)
c. Term-predikat
dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya.
Bila tidak, kesimpulan menjadi salah, seperti:
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Jadi: Kambing bukan binatang.
(‘Binatang’ pada konklusi merupakan
term negatif sedangkan pada premis adalah positif)
d. Term
penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila
term penengah bermakna ganda, maka kesimpulan menjadi lain, seperti:
Bulan itu bersinar di langit.
Januari adalah bulan.
Jadi: Januari bersinar di langit.
(Bulan pada premis minor adalah nama
dari ukuran waktu yang panjangnya 31 hari, sedangkan pada premis
mayor berarti planet yang mengelilingi bumi).
e. Silogisme
harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, preidkat, dan term menengah
(middle term), begitu juga jika terdiri dari dua atau lebih dari tiga term
tidak bisa diturunkan konklusinya.
2. Silogisme
Hipotesis
Silogisme Hipotetis adalah argumen
yang premis mayornya berupa proposisi hipotetis, sedangkan premis minornya
adalah proposisi katagorial.
Ada 4 (empat) macam tipe silogisme
hipotetis :
1. Silogisme hipotetis yang premis minornya mengakui bagian
antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi, saya naik becak.
2. Silogisme hipotetis yang premis minornya mengakui bagiar
konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi, hujan telah turun.
3. Silogisme hipotetis yang premis minornya mengingkari
antecedent, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan
dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak
dilaksanakan dengan paksa,
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
4. Silogisme hipotetis yang premis minornya mengingkari bagian
konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan,
pihak penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke
jalanan.
Hukum-hukum Silogisme Hipotetis
Mengambil konklusi dari silogisme
hipotetis jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorial. Tetapi yang penting
di sini dalah menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan
pernyataan yang benar.
Bila antecedent kita
lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, jadwal hukum
silogisme hipotetis adalah:
1) Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
2) Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah
= salah)
3) Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4) Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.
Kebenaran hukum di atas menjadi
jelas dengan penyelidikan.
3. Silogisme Disyungtif (Alternatif)
Silogisme Disyungtif adalah
silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan disyungtif sedangkan premis
minornya merupakan keputusan kategorial yang mengakui atau mengingkari salah
satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada silogisme
hipotetis istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang
semestinya.
Silogisme ini ada dua macam, silogisme
disyungtif dalam arti sempit dan silogisme disyungtif dalam arti luas.
a. Silogisme disyungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai
alternatif kontradiktif, seperti:
la lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus, jadi
la bukan tidak lulus.
b. Silogisme disyungtif dalam arti luas premis mayomya
mempunyai alternatif bukan kontradiktif, seperti:
Hasan di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi di pasar.
Silogisme disyungtif dalam arti
sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
1) Premis minornya mengingkari salah satu alternatif,
konklusi-nya adalah mengakui alternatif yang lain, seperti:
la berada di luar atau di
dalam.
Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di
luar.
Ternyata tidak berada di dalam.
Jadi ia berada di dalam.
Jadi ia berada di luar.
2) Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya
adalah mengingkari alternatif yang lain, seperti:
Budi di masjid atau di
sekolah.
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di
masjid.
Ia berada di sekolah.
Jadi ia tidak berada di
sekolah.
Jadi ia tidak berada di masjid.
Hukum-hukum
Silogisme Disyungtif
1. Silogisme
disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila
prosedur penyimpulannya valid, seperti :
2. Silogisme
disyungtif dalam arti luas, kebenaran koi adalah sebagai berikut:
a. Bila
premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar), seperti:
Budi menjadi guru atau
pelaut.
Budi menjadi guru atau pelaut.
la adalah
guru.
Ia adalah
pelaut.
Jadi ia bukan
pelaut.
Jadi ia buka guru.
4. Entimem
Merupakan silogisme yang salah satu
proposisinya dihilangkan tetapi proposisi tersebut dianggap ada dalam pikiran
dan dianggap oleh orang lain. Entimen pada dasarnya adalah silogisme.
Contoh :
Premis mayor
(MY): manusia mahluk rasional
Premis minor (MN):
kucing bukan manusia
Kesimpulan (K):
kucing tidak rasional
Premis mayor (MY):
setiap manusia pernah lupa
Premis minor
(MN): mahasiswa adalah
manusia
Kesimpulan (K):
mahasiswa
pernah lupa
Dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Silogisme merupakan bentuk penalaran deduktif yang formal.
b. Proses penalaran dimulai dari premis mayor melalui premis
minor sampai pada kesimpulan.
c. Strukturnya tetap: premis mayor, premis minor, kesimpulan.
d. Premis mayor berisi pernyataan umum.
e. Premis minor berisi pernyataan yang lebih khusus yang
merupakan bagian premis mayor.
f. Kesimpulan dalam silogisme selalu lebih khusus daripada
premisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar