Jumat, 19 Desember 2014

Tulisan Etika Bisnis 2

KASUS GAJI TKI DI MALAYSIA YANG TIDAK DIBAYARKAN
Kasus tenaga kerja Indonesia (TKI) yang menghadapi permasalahan di Malaysia, pada 2012 terbanyak masih soal gaji yang tidak dibayarkan oleh majikannya. Kasus berikutnya adalah soal disharmoni dalam pekerjaan, eksploitasi ataupun pemberhentian secara sepihak. Data KBRI KualaLumpur menyebutkan bahwa kasus gaji tidak dibayar sebanyak 1001 kasus, disharmoni 275 kasus, eksploitasi 51 kasus, PHK sepihak 13 kasus dan kasus ketidaksesuaian pekerjaan mencapai 174 kasus.

Kasus lainnya yang dihadapi oleh para TKI adalah kekerasan fisik sebanyak 57 kasus, perdagangan manusia (59 kasus), sakit atau stress (52 kasus), terlantar/ilegal (90 kasus), tindak pidana kriminal (16 kasus), meninggal dunia (50 kasus) ataupun kecelakaan (15 kasus).Jika ditotal pada 2012 secara keseluruhan kasus TKI bermasalah itu mencapai 1865 kasus dengan rincian, kasus terkait pekerjaan sebanyak 1514 kasus dan kasus non pekerjaan (non labour cases) sekitar 351 kasus. Atase ketenagakerjaan KBRI Kuala Lumpur, Agus Triyanto menjelaskan para TKI bermasalah tersebut memang perlu diberikan bantuan terutama menguruskan agar majikannya itu membayarkan hak gaji para TKI tersebut.

"Kami membantu memfasilitasi penyelesaian kasus mereka dengan melakukan pertemuan dengan majikan agar memberikan hak gaji para TKI yang bekerja kepadanya," kata Agus.Namun demikian, prosesnya agak panjang dan apabila kasus tersebut sudah masuk ke tingkat mahkamah (pengadilan) maka bisa berbulan-bulan penanganannya.

Menurut dia, kasus-kasus TKI yang menghadapi permasalahan itu disebabkan banyak faktor dan bermula dari pola rekrutmen yang belum sepenuhnya terarah.Misalnya pada persiapan kemampuan para pekerja yang tidak maksimal, tempat penampungan untuk sekedar menunggu pemberangkatan, kurang pembekalan kemampuan bekerja dan latar belakang pendidikan yang rendah (bahkan ada yang buta huruf).Agus menjelaskan penyebab timbulnya masalah TKI di luar negeri mencakup soal rekrutmen, pelatihan dan dokumentasi yang tidak sesuai perundang-undangan yang berlaku.
 
http://prasetyoeko23.blogspot.com/2014/01/etika-bisnis-contoh-contoh-kasus_8.html 

Tulisan Etika Bisnis

Contok kasus etika pasar bebas
 
Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan.
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah Methyl Parahydroxybenzoate dan Benzoic Acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran.  Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR. Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.